Anas Urbaningrum: Kembali ke Proporsional Tertutup Jadi Arus Balik Demokrasi


Teraspojok.com, JAKARTA — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, turut mengomentari kabar sudah diputuskannya sistem untuk Pemilu 2024. MK dikabarkan sudah memutuskan menggunakan sistem proporsional tertutup.


Anas mengatakan, kembali kepada sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran yang nyata. Ia menilai, kembalinya sistem itu menunjukkan telah terjadi arus balik dari perjalanan demokrasi bangsa Indonesia.


Artinya, elit-elit politik kembali diistimewakan, sedangkan pemilih kembali sebagai obyek politik. Anas menekankan, itu sama saja dengan mengembalikan pemilih hanya sebagai ornamen-ornamen dari demokrasi.


“Jika benar sistem proporsional tertutup yang diputuskan oleh MK, sungguh itu arus balik dalam demokrasi kita, langkah mundur yang nyata,” kata Anas di akun Twitter pribadinya, @anasurbaningrum, Ahad (28/5).


Terkait sistem pemilu yang akan digunakan di 2024, ia menuturkan, sistem proporsional tertutup nyata-nyata telah terbukti gagal. Sedangkan, untuk proporsional terbuka baru sekadar mengandung kekurangan dalam praktek.


Artinya, sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia belum tentu gagal. Bahkan, Anas menekankan, sistem ini sangat bisa diperbaiki lewat mekanisme internal partai politik dan penguatan kesadaran pemilih.


Anas sendiri mengaku sebagai salah satu yang tidak setuju jika elit-elit partai politik diberikan hak istimewa khusus untuk menentukan siapa yang duduk di legislatif. Yang mana, diakomodir sistem proporsional tertutup.


“Cukup elit-elit partai berwenang melakukan seleksi yang baik dan menawarkan caleg-caleg yang bermutu kepada pemilih. Biarkan pemilih yang menentukan,” ujar Anas.


Selain kemunduran, ia mengingatkan, sistem proporsional tertutup akan memindahkan lokasi biaya politik dari area pemilih ke area elit partai. Tidak ada jaminan proporsional tertutup mengoreksi politik biaya tinggi.


Sistem proporsional tertutup akan pula membuat konflik internal yang keras karena berebut nomor urut. Sebab, Anas menambahkan, dalam kesaktian nomor urut itulah nasib caleg-caleg akan ditentukan.


“Pemilih kembali diposisikan sekadar sebagai asesoris demokrasi, cuma pemanis dalam pemilu. Suara pemilih tidak menentukan siapa yang akan menjadi wakilnya karena ditentukan perundingan di tingkat elit partai,” kata Anas.





Source link