Draf Final RKUHP: Diperberat, Pasangan Zina Dipenjara 1 Tahun

Jakarta – RKUHP yang akan menggantikan KUHP memperberat ancaman hukuman penjara bagi pelaku zina. Ancaman hukuman dari 9 bulan penjara diperberat menjadi 1 tahun penjara.

Sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (7/7/2022), dari draf final RKUHP yang diserahkan Pemerintah ke DPR, hal itu dirumuskan dalam Pasal 415 ayat 1 yang berbunyi:

Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Namun, delik tersebut bukan delik biasa tapi delik aduan. Berikut syaratnya:

1. Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
2. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Ancaman hukuman itu lebih berat dari KUHP saat ini, yang berbunyi:

Pasal 284 KUHP:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1. a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel) padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah.

2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.
b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Lalu dari manakah KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini?

Berdasarkan naskah akademik RUU KUHP yang dikutip detikcom, KUHP bercikal bakal dari sistem hukum Romawi yang berusia ribuan tahun lalu.

“Asas legalitas sebelum menjadi bagian dari hukum materil dewasa ini mempunyai sejarah yang panjang. Sejarah asas legalitas ini barangkali dimulai dari hukum Romawi yang diketahui mempengaruhi hukum di Eropa Kontinental,” demikian bunyi Naskah Akademik RUU KUHP.

Sejarah hukum pidana Indonesia sebagaimana semula adalah merupakan Code Napoleon Perancis tahun 1810. Prancis kemudian menjajah Belanda dan memberlakukan KUHP. Kolonisasi kemudian berlaku di Belanda. Negeri Kincir Angin itu memberlakukan KUHP pada tahun 1881 dan dibawa ke Indonesia.

KUHP yang mempunyai nama asli Wet Wetboek van Strafrecht itu lalu menggusur seluruh hukum yang ada di Nusantara, dari hukum adat, hingga hukum pidana agama. Nilai-nilai lokal tergerus hukum penjajah. Efektif KUHP berlaku secara nasional sejak tahun 1918.

“Lahirnya doktrin nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali adalah sebagai bagian dari perjuangan masyarakat di Perancis untuk perlindungan HAM dari kemungkinan perlakuan sewenang-wenang oleh penguasa,” sebut Naskah Akademik RUU KUHP.

Pada saat yang sama, di Italia Cesare Beccaria menulis 14 bahwa “If a judge is compelled to make, or makes of his own free will, even two syllogism, he opens the door to uncertainty”. Kemudian dilanjutkan bahwa, “Nothing is more dangerous than the common axiom that we should ‘consult the spirit of the law’.”

“Artinya di Italia juga diberlakukan asas legalitas yang sama pada saat yang sama,” demikian disampaikan dalam Naskah Akademik RUU KUHP itu.

Atas dasar semangat nasionalisme kebangsaan di atas, maka DPR-Pemerintah mengebut agar memiliki KUHP rasa lokal. Akankah Indonesia bisa mengesahkan KUHP Nusantara?

Lihat juga Video: Desakan Buka Draf RKUHP dan Pasal-pasal yang Digarisbawahi

[Gambas:Video 20detik]

(asp/nvc)

Sumber: DetikNews