Pendidikan dan Literasi | Thursday, 15 Jun 2023, 15:13 WIB
“Cepat Pak, kita harus segera ke Rumah sakit”, ujarku kepada sopir yang akan membawa Ibu yang terbaring sakit. “Ya”, jawab sopir. Mobilpun berlaju cepat dengan harapan bisa mencapai Rumah sakit yang dituju dengan tepat waktu. Tidak selang beberapa lama, mobil yang kita tumpangi sudah sampai ke rumah sakit. Aku dan kakak bergegas membawa ibu yang sedang sakit ke ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat) rumah sakit tersebut.
Kami berbagi tugas, Aku ke bagian pendaftaran sedangkan kakak menjaga ibu yang sedang merintih kesakitan karena penyakit Diabetes melitus (DM) dan ada Ganggren pada jempol kakinya.
“Bu, saya mau daftarkan Ibu saya”, ujarku kepada bagian pendaftaran di rumah sakit tersebut.
“Baik pa, saya daftarkan ya”. jawabnya
“Bu ada ruangan yang kosong ga buat ibu saya” imbuhku
“Ada tapi ruang VIP, biaya lumayan mahal” jawabnya
“Emang ruangan yang biasa (kelas 3 ) ga ada bu” tanyaku
“Ga ada ruangan yang biasa sudah penuh” jawabnya.
“Pa, nama ibu sudah saya daftarkan, silahkan tunggu di ruangan IGD, sambil nunggu dokter” imbuhnya.
Setelah menunggu sekitar 2,5 – 3 jam di ruangan IGD, alhamdulillah akhirnya ibu bisa masuk ruangan untuk mendapatkan perawatan. Ibu dibawa ke ruangan biasa (kelas II). Setelah masuk ruangan ternyata masih banyak kasur peratawan yang masih kosong. Ibu ditempatkan di kasur perawatan dan diberi cairan infus. Aku dan kakakku menjaga ibu di ruang rumah sakit.
Beberapa jam kemudian, datang dua orang perawat rumah sakit datang ke ruangan. Mereka mengecek cairan infus. Setelah itu, mereka mulai membersihkan luka Ganggren yang ada di kaki ibu. Mereka mengambil cairan Revanol dan menuangkan ke kaki ibu, lalu membalut luka dengan kain kasa. Setelah selesai mereka pun pergi.
Ibu pun mendapatkan perawatan di Rumah sakit selama beberapa hari. Setelah kadar gulanya mulai turun dan konsultasi dengan dokter di rumah sakit, akhirnya kami meminta agar ibu dibawa pulang dan dilakukan rawat jalan saja, karena keterbatasan ekonomi. Pihak rumah sakitpun akhirnya mengijinkan kami untuk membawa ibu pulang dan dilakukan perawatan di rumah.
Ibu pun kami bawa pulang ke rumah. Aku dan kakakku merawat ibu agar cepat pulih. Kami pun berbagi tugas, Aku menjaga ibu, sedangkan kakak mengurusi warung kami. Secara berkala aku membersihkan luka Ganggren yang ada di kaki ibu yang belum kering. Aku tuangkan cairan Revanol ke luka yang ada di kaki ibu lalu membalutnya dengan kain kasa. Cara perawatan luka ini aku dapatkan dari seorang perawat klinik yang memberikan arahan kepadaku ketika menjalani rawat jalan untuk ibu.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk merawat ibu agar pulih kembali. Rasa capek, lelah sudah tidak Aku hiraukan, yang terpenting bagiku adalah kesembuhan ibu. Ketika rasa lelah muncul ada bisikan untuk mengeluh Akupun mencoba menghempaskannya dengan mengingat cerita Uwais Al Qarni yang menggendong ibunya Yaman ke Mekah untuk pergi haji.
Malu rasanya jika aku mengeluh capek atau lelah jika dibandingkan dengan perjuangan Uwais Al Qarni dalam berbakti kepada Ibunya. Uwais adalah sosok pemuda yang sholeh dan sangat memuliakan ibunya. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya.
Uwais Al-Qarni bukan pemuda terkenal. Dia miskin dan memiliki penyakit kulit. Namun, ia pernah disebut Rasulullah SAW sebagai pemuda yang sangat dicintai Allah dan terkenal di langit.
Di rumahnya yang kecil dan reyot, Uwais al Qarni hidup berdua dengan sang ibu yang seorang tunanetra. Satu hari, dia berkata, “Tidak akan pernah terlontarkan dari mulut ibuku, kecuali akan kulakukan yang dia inginkan.Suatu hari ibunya berkata kepada Uwais Al Qarni akan keinginannya untuk pergi ke Tanah Suci. Karena kondisi Uwais Al Qarni sangat miskin akhirnya dia menemukan cara untuk menggendong ibunya dari Yaman ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.
Bukannya ada hadits yang mengatakan “keridoan Allah terletak pada keridoan orang tua, dan murkanya Allah terletak pada murkanya orang tua” dan di hadist yang lain juga menyebutkan bahwa surga ada di bawah telapak kaki ibu.
Alhamdullillah kondisi ibu sudah mulai membaik, luka Ganggren mulai mengering dan kondisi fisiknya sudah mulai membaik. Ibu mulai makan agak banyak dari biasanya, walaupun masih Aku suapin untuk makannya.
Allah lebih sayang kepada Ibu, tiga hari menjelang hari raya Idul Fitri tahun 2006, ibu meninggal dunia, innalillahi wainna ilahi raojiun. Semoga ibu diberikan khusnul hotimah dan akan kuingant ucapan terakhir ibu kepadaku, “Jang, Ibu ridho punya anak kamu”.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.