
Delapan Parpol di parlemen mengadakan konsolidasi untuk menyatukan persepsi menolak Pemilu dengan sistem proporsional tertutup. Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, salah satunya adalah meminta agar KPU menjaga netralitasnya.
Delapan partai parlemen itu adalah Golkar, Demokrat, PKB, NasDem, PKS, Gerindra, PAN, dan PPP menyatakan menolak pemilu proporsional tertutup.
Merespons hal tersebut, Anggota KPU Mochammad Afifuddin sepakat dengan poin yang dibuat dan dikemukakan oleh delapan partai tersebut.
“Dari sisi kita [KPU] sih menjalankan saja peraturan yang ada,” kata Afif kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta, Senin (9/1).
Afif juga menegaskan bahwa pernyataan Ketua KPU sebelumnya tentang sistem proporsional tertutup itu bukan lah dorongan atau dukungan untuk mengganti sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini, melainkan imbauan antisipasi kepada parpol agar tidak terburu-buru memasang spanduk/baliho.
“Refleksinya yang disampaikan Pak Ketua itu kan menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi,” ujar Afif.
“Dianalogikan dengan verifikasi partai, seluruh partai senayan kan nggak diverifikasi faktual atas putusan MK, kan begitu. Jadi nggak ada kecondongan ke kanan kiri lah,” lanjutnya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Anggota KPU Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Idham Holik. Ia menyebut KPU akan melaksanakan tugas berdasarkan peraturan atau Undang-Undang yang berlaku.
Idham menyebut KPU harus melaksanakan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 3 huruf d UU No. 7 Tahun 2017 juncto Pasal 6 ayat 3 huruf a Peraturan DKPP RI No. 2 Tahun 2017.
“Berkepastian hukum adalah salah satu prinsip penyelenggaraan Pemilu. Implementasi prinsip tersebut bersifat imperatif dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang profesional,” kata Idham dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/1).
“Sampai saat ini ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 168 ayat 2 UU No. 7 Tahun 2017 masih efektif berlaku. Dalam ketentuan tersebut, sistem pemilu legislatif di Indonesia adalah sistem proporsional dengan daftar terbuka,” sambungnya.
Idham menjelaskan bunyi dalam Pasal 168 ayat 2 UU No. 7 Tahun 2017 masih disebutkan bahwa sistem pemilu yang berlaku saat ini masih menggunakan sistem proporsional terbuka.
Adapun bunyi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu adalah:
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
“Dalam konteks prinsip berkepastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilu, apa pun yang akan menjadi materi amar Putusan Mahkamah Konstitusi nanti, sebagai penyelenggara Pemilu wajib melaksanakannya,” pungkasnya.
Sumber: Kumparan