Sri Mulyani: Lebih dari 63 Negara di Dunia Terlilit Utang

Sri Mulyani. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Sri Mulyani. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut lebih dari 63 negara di dunia terlilit utang. Hal tersebut tentu perlu diwaspadai, sebab tahun 2023 diproyeksi akan gelap.

"Di dalam statistik lebih dari 63 negara di dunia yang dalam kondisi utangnya mendekati atau sudah tidak sustainable," kata Sri Mulyani dalam acara CEO Banking Forum, Senin (9/1).

Bendahara negara tersebut mengungkapkan, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) sudah memproyeksi sepertiga negara di dunia akan mengalami resesi di tahun 2023.

"Jadi dunia tahun 2023 ini, harus menjinakkan inflasi dan dipaksa menaikkan suku bunga pada saat utangnya tinggi. Ini pasti akan memberikan dampak tidak hanya resesi, tapi di berbagai negara yang sekarang utangnya sangat tinggi mengalami kemungkinan debt crisis," jelas dia.

Lebih lanjut, dia membeberkan hasil diskusinya dengan Bank Sentral India mengenai kondisi negara di kawasan Asia Selatan. Menurut dia, seluruh negara di sekitar Asia Selatan tengah mengalami kondisi stress debt.

"Tadi malam, sebelum tidur wawancara dengan bank sentral India yang dia mengatakan negara-negara di sekitar Asia Selatan semuanya dalam kondisi stress debt-nya. Bangladesh, Sri Lanka, Pakistan, semuanya masuk ke dalam pasien IMF," terang dia.

Utang Pemerintah Era Jokowi Terus Meroket Tembus Rp 7.554 T

Posisi utang pemerintah era kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) di 2022 terus meroket, bahkan tembus di angka Rp 7.554 triliun.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) utang pemerintah melonjak Rp 635 triliun dalam periode Januari 2022 sampai November 2022. Posisi utang pemerintah di Januari 2022 tercatat Rp 6.919,1 triliun. Sementara, posisi utang pada akhir November 2022 tembus Rp 7.554,2 triliun.

Rasio utang pemerintah di Januari 39,63 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Kemudian di November 2022, rasio utang pemerintah mengalami penurunan yang sangat tipis yakni 38,65 terhadap PDB.

Lebih lanjut, Kemenkeu mencatat pembayaran bunga utang dalam APBN 2023 masih tinggi yakni Rp 441,4 triliun.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, semakin besar utang pemerintah secara proporsi dengan PDB dapat menimbulkan risiko yang tidak kecil ke perekonomian.

Salah satunya penetrasi penerbitan utang domestik akan memicu perebutan likuiditas dengan sektor keuangan, sehingga dana di pasar lebih masuk ke pembelian SBN dibanding penyaluran kredit ke sektor riil.

"Sebanyak 88 persen porsi utang pemerintah dalam bentuk SBN dengan bunga yang relatif tinggi, ditambah tren kenaikan suku bunga maka beban biaya utang makin mahal tahun depan. Proyeksinya pemerintah akan membayar bunga utang Rp 470 triliun, lebih tinggi dari alokasi belanja bunga utang APBN Rp 441 triliun di 2023," kata Bhima kepada kumparan.

Bhima menilai, posisi pemerintah bisa terjepit. Di satu sisi jika pemerintah menahan kenaikan bunga SBN, maka terjadi outflow yang melemahkan nilai tukar. Sedangkan menaikkan bunga SBN akan memakan ruang fiskal yang seharusnya dapat digunakan untuk mendorong stimulus ekonomi lebih efektif.

Meski begitu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, dalam dua tahun terakhir, Indonesia memang mengalami lonjakan utang. Namun, jika dihitung secara rasio utang terhadap PDB, jumlah utang Indonesia justru menurun.

"Rasio utang Indonesia tahun 2022, hingga Juli sudah menurun sangat tajam, sekarang di 37,9 persen. Tadi yang disampaikan ketua MPR masih di angka 40,73 persen yaitu posisi akhir 2021," terang Sri Mulyani dalam Konferensi Pers: Nota Keuangan & RAPBN 2023 di Gedung DJP, Jakarta, Selasa (16/8).

Menurut Menkeu, APBN Indonesia sudah bekerja keras selama 2 tahun terakhir. Hasilnya Indonesia dapat memulihkan kondisi ekonomi tanpa mengorbankan banyak aspek.

"Inilah artinya kita Kita menggunakan fiskal tools secara hati-hati dan tepat. Sehingga kita bisa memulihkan ekonomi namun tidak mengorbankan kesehatan APBN," pungkas Sri Mulyani.



Sumber: Kumparan