Mengurai Penyebab Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia Anjlok

Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  Foto: Shutterstock
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutterstock

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2022 jeblok. Turun 4 poin, anjloknya IPK Indonesia itu menjadi yang terburuk sejak era Reformasi.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan kaget saat diberi tahu mengenai skor IPK itu. Saat itu, Pahala ditelepon oleh Deputi Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko.

"Jadi yang pertama saya ditelepon kemarin kaget setengah mati saya, kok cuma 34," kata Pahala saat menghadiri peluncuran IPK 2022 yang digelar TII, Selasa (31/1).

IPK tahun 2022 berada pada angka 34 poin. Capaian tersebut turun 4 poin dari tahun 2021 yang berada di 38 poin.

Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, saat memberikan keterangan pers di Ruang Konferensi Pers Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, saat memberikan keterangan pers di Ruang Konferensi Pers Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Namun saat itu, ia mendapatkan penjelasan dari Wawan ada tiga indikator yang terjun bebas sehingga menyebabkan IPK anjlok. Tiga indikator tersebut yakni:

  • PRS Internasional Country Risk Guide (korupsi dalam sistem politik, pembayaran khusus dan suap ekspor impor dan hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis). Turun dari 48 menjadi 35.

  • IMD World Competitiveness Yearbook (suap dan korupsi dalam sistem politik). Turun dari 44 menjadi 39.

  • PERC Asia Risk Guide. Turun dari 32 menjadi 29.

IPK Indonesia 2022 Anjlok Terburuk Sejak Reformasi, Kok Bisa?

Apa yang menyebabkan IPK RI 2022 anjlok?

Deputi Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengatakan ada 8 indikator komposit yang menentukan IPK 2022. Nilai tiga indikator di antaranya turun dari tahun lalu.

Berikut indikator yang turun:

  • PRS Internasional Country Risk Guide (korupsi dalam sistem politik, pembayaran khusus dan suap ekspor impor dan hubungan mencurigakan antara politikus dan pebisnis). Turun dari 48 menjadi 35.

  • IMD World Competitiveness Yearbook (suap dan korupsi dalam sistem politik). Turun dari 44 menjadi 39.

  • PERC Asia Risk Guide. Turun dari 32 menjadi 29.

Indikator yang stagnan:

  • Global insight Country Risk Rating (risiko individu/perusahaan dalam menghadapi praktik korupsi dan suap untuk menjalankan bisnis). Skor tetap 47.

  • Bertelsmann Foundation Transform Index (pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dan pemerintah mengendalikan korupsi). Skor tetap 33.

  • Economist Intelligence Unit Country Rating (prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik, penyalahgunaan pada sumber daya publik, profesionalisme aparatur sipil, audit independen). Skor tetap 37.

Indikator yang naik:

  • World Justice Project – Rule of Law Index (pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, dan militer menggunakan kewenangannya untuk keuntungan pribadi). Naik dari 23 menjadi 24.

  • Varieties of Democracy Project (kedalaman korupsi politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, korupsi di birokrasi, korupsi besar dan kecil yang memengaruhi kebijakan publik). Naik dari 22 ke 24.

Eks Pegawai KPK Soroti IPK Anjlok

Praswad Nugraha (kanan). Foto: Twitter/@paijodirajo
Praswad Nugraha (kanan). Foto: Twitter/@paijodirajo

Wadah organisasi para eks pegawai KPK, IM57+ Institute, bicara soal Indeks Persepsi Korupsi (IPK) RI 2022 yang berada di angka 34 poin. Turun 4 poin dari tahun sebelumnya.

Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, mengatakan IPK merupakan cerminan dari kinerja pemberantasan korupsi oleh Presiden Jokowi.

Praswad menyinggung soal pernyataan Jokowi terkait 'kerja, kerja dan kerja' dalam kampanye saat menjadi calon presiden 2019 lalu. Praswad menyindir soal kampanye tersebut.

"Ironisnya 'kerja' tersebut dikongkritkan Presiden Joko Widodo secara nyata melalui kerja pelemahan pemberantasan korupsi," kata Praswad dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (1/2).

Mulai dari turunnya komponen PRS International Country Risk Guide, PERC Asia, dan sub-komponen lain secara signifikan yang mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek.

"Termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi," kata dia.

Sumber: Kumparan