Marak Kasus Bullying, Psikiater Ungkap Tanda Gangguan Kesehatan Mental Remaja




Siswi mengikuti aksi cap tangan saat deklarasi anti bullying (ilustrasi). Banyak yang menganggap sehat mental berarti tidak ada gangguan kejiwaan.


Teraspojok.com, JAKARTA — Kasus perundungan (bullying) yang terjadi di berbagai daerah menunjukkan bahwa persoalan kesehatan mental remaja berada di titik mengkhawatirkan. Mulai dari tragedi remaja di Sukabumi yang mengakhiri hidup akibat tekanan teman sebaya, kasus santri di Aceh yang membakar pesantrennya karena tidak tahan di-bully, hingga korban bullying meledakkan bom rakitan di SMA Jakarta.

Psikiater dr Riati Sri Hartini mengungkapkan memahami karakter dan fase perkembangan remaja menjadi kunci penting dalam menangani krisis kesehatan mental yang semakin nyata. Remaja, kata dia, merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa.

“Pada fase ini, seseorang mengalami perubahan besar pada aspek fisik, mental, emosional, dan sosial. Masa ini dikenal sebagai periode pencarian jati diri. Remaja mulai memahami siapa dirinya dan perannya dalam masyarakat,” kata dia dalam keterangan tertulis, dikutip pada Rabu (19/11/2025).

Menurut dr Riati, konsep sehat jiwa masih sering disalahartikan. Banyak yang menganggap sehat mental berarti tidak ada gangguan kejiwaan. Padahal, World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai kondisi sejahtera secara fisik, mental, dan sosial.

“Dalam konteks remaja, sehat mental berarti mampu mengenali dan mengelola emosi, menjalin hubungan positif, serta beradaptasi terhadap tekanan hidup,” kata dr Riati.

 

 


Loading…







Source link