Ada Pelanggaran Perkapolri di Kasus Motor Bodong Diduga Hilang di Polres Sikka

Dosen Fakultas Hukum Ubaya dan Lawyer di Surabaya, Marianus Gaharpung, SH, MS.
Dosen Fakultas Hukum Ubaya dan Lawyer di Surabaya, Marianus Gaharpung, SH, MS.

MAUMERE-Kasus 16 unit motor bodong yang diduga hilang di Polres Sikka, mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat.

Dosen Fakultas Hukum Ubaya dan Lawyer di Surabaya, Marianus Gaharpung, SH, MS, mengatakan, pada 19 Januari 2021 lalu, ada penyitaan sepeda motor dilakukan oleh anggota Polres Sikka terhadap sebuah kendaraan truk yang mengangkut sejumlah motor yang diduga datangnya dari Jawa, dimana dalam penyitaan tersebut ditemukan 20 sepeda motor, dimana 4 bersurat lengkap sedangkan 16 sepeda motor lainnya bodong.

Barang hasil sitaan tersebut harusnya disimpan sebagai barang bukti untuk proses peradilan pidana justru oleh oknum Polres Sikka dipakai untuk kepentingan pribadi.

Dikatakan Marianus Gaharpung, penyidik, berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 10/2010”), adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

Itu artinya, anggota Polri bertugas dan wewenang untuk menerima, menyimpan, mengamankan, merawat, mengeluarkan dan memusnahkan benda sitaan dari ruang atau tempat khusus penyimpanan barang bukti adalah Pejabat Pengelola Barang Bukti (“PPBB”) sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 Perkapolri 10/2010.

PPBB mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: (Pasal 11 Perkapolri 10/2010)

Pertama, menerima penyerahan barang bukti yang telah disita oleh penyidik;

Kedua, mencatat ke dalam buku register daftar barang bukti;

Ketiga, menyimpan barang bukti berdasarkan sifat dan jenisnya;

Keempat, mengamankan barang bukti agar tetap terjamin kuantitas dan/atau kualitasnya;

Kelima, mengontrol barang bukti secara berkala/periodik dan dicatat ke dalam buku kontrol barang bukti;

Keenam, mengeluarkan barang bukti atas perintah atasan penyidik untuk dipinjam pakaikan kepada pemilik yang berhak.

Atas dasar Peraturan Kapolri tersebut, maka pemakaian barang sitaan oleh oknum-oknum Polres Sikka jelas-jelas tindakan diluar dari pada kewenangan yang diatur dalam peraturan Kapolri tersebut.

Atau dengan kata lain tindakan oknum oknum Polres Sikka tersebut adalah sewenang- wenang.

"Atas kejadian yang merendahkan institusi Polri, maka Propam Polda NTT segera panggil dan memeriksa Kapolres Sikka dan oknum- oknum Polres Sikka tersebut," ujar Marianus Gaharpung, Kamis (19/1/2023) pagi.

Sumber: Kumparan