Pemerintah kembali membuka keran impor beras sejumlah 500 ribu ton untuk memenuhi stok beras Bulog. Sebanyak 300 ribu ton dari total beras impor itu rencananya akan datang di awal tahun 2023 ini.
Anggota komisi IV DPR, Slamet, menolak importasi beras tersebut. Dia merasa stok pasokan produksi beras dalam negeri mencukupi dan bisa digunakan untuk memenuhi cadangan Bulog, daripada harus impor.
"Ini ironi karena pada saat bersamaan stok beras nasional justru sedang surplus 1,7 juta ton berdasarkan data Kementerian Pertanian dan BPS," kata Slamet pada saat Sidang Paripurna DPR RI ke-14 Masa Persidangan III Tahun 2022-2023 di Gedung DPR, Selasa (10/1).
Slamet mengatakan, Indonesia terpaksa harus impor untuk memenuhi cadangan Bulog karena buruknya tata kelola beras nasional. Pada saat panen raya periode Februari hingga April 2022 lalu, produksi beras petani nasional tidak terserap maksimal oleh Bulog.
"Penyerapan Bulog yang dapat tugas dari pemerintah untuk isi CBP sangat rendah, hanya 233.240 ton, sedangkan produksi beras produk petani dari Februari-April 2022 ada 12,82 juta ton. Artinya produksi dalam negeri cukup untuk pemenuhan CBP," terang Slamet.
Atas hal tersebut, pihaknya menyatakan beberapa sikap. Pertama menolak dengan tegas impor beras dengan alasan pemenuhan CBP karena stok beras nasional sudah mencukupi kebutuhan nasional.
Kedua, pihaknya juga menolak impor beras karena akan merugikan petani dalam negeri. Ketiga, Slamet meminta pemerintah melalui Perum Bulog untuk memaksimalkan penyerapan beras dari petani untuk pemenuhan CBP dengan harga yang layak, khususnya pada musim panen raya sehingga tak ada alasan lagi kekurangan stok di akhir tahun.
"Keempat, terkait harga beras yang masih tinggi, padahal sudah dilakukan impor beras, maka pemerintah harus berani audit stok gudang dari perusahaan-perusahaan besar untuk cegah penimbunan dan mempengaruhi beras nasional," tutur Slamet.
Sumber: Kumparan