Bank Indonesia (BI) tengah memantau 200 perusahaan eksportir sumber daya alam (SDA) yang memiliki devisa hasil ekspor (DHE) tertinggi di Indonesia.
"Kami mengidentifikasi ada hampir 200 perusahaan itu memiliki potensi hasil ekspor SDA yang cukup besar yang mungkin butuh tempat untuk placement dana mereka," kata Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam konferensi pers di Gedung BI, Kamis (19/1).
Destry menjelaskan, sejak awal Desember 2022 pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah mengenai masalah ini. "Saat itu ada rasa kenapa ya dana itu gak masuk di perbankan kita. Ternyata ada periode di mana dolar lagi menguat semua negara itu membutuhkan dolar sehingga terjadi persaingan suku bunga antara negara. Bukan hanya antar bank tapi antar negara," terang dia.
Lebih lanjut, pemerintah saat ini masih menyiapkan sejumlah stimulus atau insentif untuk eksportir yang mau memarkir dolar hasil ekspornya. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 24 tahun 2022 BI merilis instrumen operasi moneter valas baru berupa term deposit valas (TD). Instrumen tersebut memungkinkan bank yang menerima DHE eksportir SDA kemudian meneruskannya ke Bank Indonesia melalui bank tertentu yang disebut appointed bank.
Adapun Bank tersebut akan menerima tiga insentif. Pertama, spread imbal hasil. Kedua, dana TD valas DHE tidak akan dihitung sebagai dana pihak ketiga (DPK) perbankan. Ketiga, bank akan memperoleh fee. Adapun aturan tersebut mulai berlaku sejak 30 November lalu.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai stimulus tersebut.
"Kami juga koordinasikan dengan Menteri Keuangan karena DHE yang masuk ke rekening khusus ini juga termasuk akan diberikan insentif pajak berupa pajak yang lebih rendah," kata Perry.
Sebelumnya, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan hal itu sesuai arahan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas yang dilakukan di Istana Negara pada Rabu (11/1).
Airlangga menjelaskan, dalam revisi tersebut akan diatur kalau manufaktur akan dimasukkan ke dalam sektor yang akan menyumbang pundi-pundi Devisa Hasil Ekspor atau DHE.
"Saat ini hanya sektor pertambangan, perkebunan dan kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan masuk dalam negeri. Ini akan kita masukkan juga beberapa sektor termasuk sektor manufaktur. Dengan demikian kita akan melakukan revisi," kata Airlangga pada konpers setelah ratas, Rabu (11/1).
Airlangga berharap peningkatan ekspor juga akan diikuti dengan peningkatan devisa negara. Apalagi Indonesia memiliki tren ekspor yang baik.
Secara kumulatif dari Januari-November 2022 ekspor Indonesia senilai USD 268 miliar. Beberapa komoditas unggulan ekspor Indonesia yang berkontribusi di antaranya seperti besi dan baja, batu bara, dan minyak kelapa sawit atau CPO.
"Kita berharap dengan peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan sejalan dengan peningkatan cadangan devisa," ujar Airlangga.
Sumber: Kumparan