Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI masih belum menemukan kesepakatan soal proporsi nilai manfaat dengan biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) yang harus dibayar calon jemaah haji. Kemenag mengusulkan proporsi nilai manfaat adalah 70%:30% dari BPIH, alias jemaah harus membayar sekitar Rp 69,1 juta untuk bisa berangkat ke Tanah Suci.
Sedangkan, Komisi VIII meminta agar nilai manfaat bisa dinaikkan dengan proporsi 60%:40% agar tidak terlalu membebankan jemaah haji. Sementara itu, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengusulkan agar setoran awal dinaikkan agar nilai manfaat juga bisa dinaikkan.
“Namun demikian, kalau diturunkan sampai 60%, kami sih berharapnya setiap tahun, agar nilai manfaat itu bertambah, maka BIPIH memang harus ditingkatkan. Mungkin juga ada iuran kebijakan di setoran awal misalnya,” kata anggota BPKH, Acep Riana Jayaprawira, di RDP bersama Komisi VIII, Kamis (9/2).
“Bahkan dengan begitu, mungkin dana kelola BPKH bisa membesar, investasi membaik,” lanjutnya.
Acep tidak merinci berapa besaran usulan setoran awal tersebut. Sementara itu, pimpinan komisi VIII, Ace Hasan Syadzily, menyebut bahwa seharusnya BPKH bisa menaikkan nilai manfaat haji 2023 dari nilai manfaat yang tidak tergunakan pada ibadah haji tahun 2021 dan 2022 karena pandemi COVID-19.
“Kita tahu bahwa BPKH tahun 2020 tidak mengeluarkan nilai manfaat karena haji enggak jadi, tahun 2021 tidak mengeluarkan nilai manfaat karena haji mengalami pembatalan,” ungkapnya kepada wartawan di luar ruangan rapat Komisi VIII.
“Jadi saya kira kalau soal ini bagaimana manajemen pengelolaan keuangan yang dapat di-manage secara baik oleh BPKH sendiri,” tutupnya.
Sumber: Kumparan