Erick Thohir: Transisi Energi di RI Tidak Ikuti Pola Negara Lain

Erick Thohir: Transisi Energi di RI Tidak Ikuti Pola Negara Lain
Menteri BUMN Erick Thohir usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI terkait progres penanganan masalah PT Garuda Indonesia di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Jakarta, Kamis (25/1/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan

Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan transisi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) Indonesia tidak akan mengikuti pola negara lain. Ia menegaskan hal ini karena keadaan lapangan di Indonesia sangat berbeda.

“Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi,” kata Erick dalam keterangannya, Senin (5/12).

Erick mengatakan transisi Indonesia harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia sebagai negara maritim. Maka demikian, metode yang diaplikasikan di negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China tidak berlaku.

“Kita kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting,” ujarnya.

Menurut Erick, berbagai upaya terus menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses transisi menuju EBT. Salah satu yang mengemuka adalah program Pensiun Dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Salah satu faktor elemen EBT yang perlu diperhatikan, kata Erick, adalah soal harga jual. Jika harga jual EBT terlalu tinggi, maka rakyat akan enggan mengkonsumsinya. Di sisi lain pelaku usaha juga akan menjadi tidak kompetitif jika dibebani harga listrik yang mahal. Banyak negara ingin dunia usaha Indonesia itu tidak kompetitif.

"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," tuturnya.

"Itulah makanya pemerintah mengambil posisi tahun 2060 (untuk target Net Zero Carbon), bukan 2050. Kementerian BUMN juga mengambil posisi, kita lakukan kesepakatan tetapi tidak menyebabkan (pelaku usaha) mati besok. Kalau besok mematikan, industri kita collapse,"tambahnya.

Ke depannya, Erick menyebut EBT dapat saja memasok jaringan transmisi yang ada saat ini, setelah kelebihan pasokan energi listrik mulai mereda. Dengan demikian, program Power Wheeling atau penggunaan jaringan tenaga listrik bersama antara PT PLN (Persero) dengan pembangkit swasta (Independent Power Producer/IPP) penghasil listrik EBT tetap menjadi opsi dalam proses transisi EBT ini.

“Ini (Power Wheeling) adalah transisi, bukan berarti kita berhenti. Jadi ini mempercepat agar Saudara-saudara kita yang belum punya listrik bisa teraliri listrik dulu. Dapatkan akses listrik terlebih dahulu, baru EBT. Karena EBT itu lebih mahal. Pelan-pelan kita sinkronisasikan. Yang namanya EBT adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindarkan. Tetapi yang penting adalah proses transisinya,” tutur Erick.

Sumber: Source link