Masa jabatan Firli Bahuri dkk sebagai pimpinan KPK akan rampung tahun ini. Dalam outlook 2023-nya, Indonesia Corruption Watch (ICW), meminta agar ruang gelap dalam seleksi pimpinan KPK selanjutnya untuk diwaspadai.
"Berkaca dengan sejumlah preseden mengenai pemilihan pejabat publik yang cenderung tertutup, maka akan ada potensi pemilihan calon pimpinan KPK pun juga akan mengalami hal yang serupa," ujar pernyataan resmi ICW seperti dibacakan para aktivis ICW dalam konferensi di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (6/1).
"Untuk itu, masyarakat sipil yang terorganisir perlu mengantisipasi sejak awal dan merebut ruang-ruang gelap dalam proses seleksi pimpinan KPK periode 2023-2027," lanjut mereka.
ICW menilai, tumpulnya taring KPK dewasa ini bukan merupakan kelalaian sejumlah oknum pegawai atau penyidik semata. Lebih jauh, ICW menulis, kondisi ini adalah buah dari proyek pelemahan terstruktur di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
"Seluruh pranata hukum dan politik belakangan ini menghadirkan jajaran pimpinan KPK yang tidak pernah absen dari kontroversi. Kontroversi tersebut tergambarkan baik dalam pengambilan keputusan secara kelembagaan, hingga tindak tanduk individual para komisioner yang rasanya acapkali mencerminkan sifat nir-integritas, bahkan melanggar etika jabatan publik," tulis ICW.
Untuk itu, ICW menekankan agar jangan sampai ada tindakan mempertahankan komposisi pimpinan KPK saat ini. Mereka juga menekankan jangan sampai ada upaya membajak proses suksesi pemilihan pimpinan KPK baru agar bisa hanya diisi loyalis pemerintah saja.
"Ini menjadi catatan yang penting, Pansel nantinya harus mengedepankan independensi dan harus objektif dalam menjalankan tugasnya. Jangan sampai panitia seleksi (Pansel) justru berpihak kepada suatu lembaga atau mencoba untuk mengakomodir kepentingan tertentu dalam memilih pimpinan KPK," lanjut ICW.
ICW menilai, Pansel di periode sebelumnya tidak memperhatikan rekam jejak calon pimpinan KPK. Sehingga, ICW mendorong agar Pansel berikutnya harus bisa memastikan calon pimpinan KPK tidak memiliki masalah dengan kode etik, konflik kepentingan, dan tidak pernah berpihak pada koruptor.
"Oleh karena itu, perlu memasukkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) data terbaru sebagai prasyarat administratif sebagai calon pimpinan KPK. Dengan begitu, masyarakat dengan mudah dapat mengakses dan turut mengawal proses pemilihan calon pimpinan KPK di kemudian hari," lanjut ICW.
"Dorongan lainnya, timeline serta tahap-tahap seleksi tidak dipublikasikan secara mendadak. Sehingga, keterbukaan informasi bagi masyarakat dapat dijamin kualitas transparansi informasinya," pungkasnya.
Sumber: Kumparan