
KPK menahan tersangka penyuap Gubernur Papua Lukas Enembe, Rijatono Lakka. Dia merupakan Direktur PT Tabi Bangun Papua (PT TBP).
Rijatono ditetapkan sebagai tersangka penyuap Lukas Enembe dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau pemberian janji terkait proyek pembangunan infrastruktur di provinsi Papua.
Ia diduga menyuap Lukas Enembe selaku Gubernur Papua 2013-2023 untuk mendapatkan sejumlah pengerjaan proyek hingga Rp 1 miliar. Ada tiga proyek bernilai puluhan miliar rupiah yang didapatkan oleh Rijatono dari suap tersebut.
"Menindaklanjuti masuknya laporan masyarakat yang selanjutnya dilakukan pengumpulan berbagai informasi dan data valid sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan berlanjut ke tahap Penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi persnya, Kamis (5/1).
"Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan Tersangka RL [Rijatono Lakka] untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 5 Januari 2023 sampai dengan 24 Januari 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih," lanjut Alex.

Adapun Lukas masih belum ditahan KPK meski sudah lama ditetapkan sebagai tersangka. Padahal, beberapa hari lalu, Lukas Enembe sempat meresmikan kantor Gubernur Papua.
Lalu kapan Lukas Ditahan?
Alex menegaskan bahwa pihaknya bukan loyo karena tak kunjung menahan Lukas. Tapi mempertimbangkan konflik horizontal yang akan ditimbulkan bila dilakukan penjemputan paksa kepada sang gubernur.
"Ini yang perlu teman-teman pahami, bukan kami tidak tegas, bisa saja kami lakukan jemput paksa, tapi bagaimana dengan efek sampingannya nanti? Ya, kalau masyarakat nanti dirugikan, terjadi konflik tentu itu yang tidak kami kehendaki," kata Alex.
KPK saat ini menunggu informasi dari aparat setempat. Apakah kondisi memungkinkan untuk dilakukan penjemputan.
"Kecuali dari Bapak Lukas Enembe sendiri yang menyampaikan, yang bersangkutan akan kooperatif, yang bersangkutan akan bersedia untuk datang di Jakarta itu akan lebih bagus ya, buat masyarakat juga lebih bagus, buat ya, jalannya pemerintah di daerah juga pasti lebih bagus," tambah Alex.
KPK berharap Lukas Enembe lebih kooperatif agar tidak menimbulkan efek konflik di masyarakat.
"Kami juga berharap lewat penasihat hukumnya, pada kesempatan ini, juga pada yang bersangkutan, Bapak Lukas Enembe itu supaya kooperatif," ungkap Alex.

Kasus Suap Lukas Enembe
Kasus yang menjerat Enembe tersebut bermula pada 2016. Lakka mendirikan PT TBP yang bergerak di bidang konstruksi. Dia menjabat sebagai direktur sekaligus pemegang saham.
KPK menduga Lakka ini tidak memiliki pengalaman dalam bidang tersebut. Karena bidang perusahaan dia sebelumnya adalah farmasi.
Pada 2020-2021, Lakka mengikuti berbagai proyek pengadaan infrastruktur di Pemerintah Provinsi Papua yang saat itu jabatan Gubernur Papua dijabat Lukas Enembe.
"Untuk bisa mendapatkan berbagai proyek tersebut, Tersangka RL diduga melakukan komunikasi, pertemuan hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan dilaksanakan sehingga harapannya bisa dimenangkan," kata Alex.
Adapun untuk memuluskan langkahnya, Lakka menemui sejumlah pihak dari Pemprov Papua, termasuk Lukas. Kemudian kesepakatan antara Rijatono untuk dan Lukas yakni adanya pemberian 14% nilai kontrak proyek setelah dikurangi PPH dan PPN kepada Lukas.
Berikut proyek-proyek yang didapatkan oleh Rijatono:
-
Proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14, 8 miliar;
-
Proyek multi years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar; dan
-
Proyek multi years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12,9 miliar.
Dari ketiga proyek tersebut, Lukas diduga menerima hingga Rp 1 miliar.
"Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Tersangka RL diduga menyerahkan uang pada Tersangka LE dengan jumlah sekitar Rp1 miliar," ungkap Alex.
Alex menduga, Lukas juga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah yang saat ini sedang dikembangkan lebih lanjut oleh KPK.
Rijatono dijerat dengan 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B UU Tipikor.
Sumber: Kumparan