Teraspojok.com, Puasa Ramadhan merupakan suatu ibadah yang mengharamkan beberapa hal yang halal — menurut syariat — dilakukan selama waktu puasa. Salah satu perbuatan halal yang tidak boleh dilakukan yakni melakukan hubungan biologis antara pasangan suami dan istri saat puasa. Apa yang harus dilakukan jika pasutri tersebut nekad bersetubuh saat Ramadhan?
Dalam Buku Fiqih Lengkap Imam Syafii dijelaskan, syariat mengatur jika ada denda yang harus dikeluarkan bagi mereka yang melanggar. Denda tersebut disebut kafarat. Yang mewajibkan kafarat adalah membatalkan puasa pada bulan Ramadhan dengan melakukan persetubuhan, dimana pelakunya menyadari bahwa ia sedang berpuasa. Dia pun mengetahui apa yang dilakukannya adalah haram sementara dia tidak dalam perjalanan.
Jika orang yang melakukan hubungan suami istri dan lupa bahwa ia tengah berpuasa dan tidak mengetahui jika perbuatannya itu adalah haram maka ia tidak diwajibkan membayar kafarat. Begitu juga orang yang sedang dalam perjalanan yang membolehkannya berbuka lalu ia melakukan hubungan suami istri. Perbuatan tersebut cukup dibayar dengan qadha (mengganti dengan puasa di lain hari) saja.
Menurut para ulama Mazhab Syafi’i, yang wajib membayar kafarat hanya suami yang menyetubuhi istrinya. Maksudnya, istri tidak diwajibkan membayar kafarat ataupun wanita lain yang bukan istrinya jika wanita itu berpuasa. Sebab, pelanggaran dari pelaku (kebanyakan laki-laki) lebih besar dibanding yang disetubuhi (wanita). Karena itu, lelaki yang harus bertanggung jawab.
Apa saja denda yang harus dibayar ketika seseorang merusak puasanya dengan perbuatan tersebut? Dia harus membebaskan seorang budak yang beriman (beragama Islam) baik laki-laki atau perempuan. Jika tidak sanggup atau tidak ada — mengingat sekarang tak ada perbudakan — dia harus berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak sanggup, maka ia harus memberi makan 60 irang miskin dimana setiap orang miskin diberi satu mud makanan pokok yang biasa dimakan negeri tersebut.
Jika tidak sanggup melaksanakan satu diantara tiga kafarat di atas, maka ia membayar kafarat semampunya. Meski demikian, kafarat tersebut tetap terhitung sebagai utang dipundaknya dimana ia harus menunaikannya saat sudah mampu.
Loading…