Mahasiswa di Bandung Kecewa Irfan Suryanagara Divonis Bebas, Bakal Lapor MA & KY

Suasana sidang putusan dengan terdakwa Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, di PN Bale Bandung pada Rabu (8/2/2023). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Suasana sidang putusan dengan terdakwa Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, di PN Bale Bandung pada Rabu (8/2/2023). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan

Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Jawa Barat kecewa atas vonis bebas terhadap Eks Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, dalam kasus penipuan dan penggelapan SPBU.

Mereka mempertanyakan kinerja majelis hakim di Pengadilan Negeri Bale Bandung.

Koordinator Aliansi Mahasiswa Jawa Barat, Muhammad Ari, menilai putusan yang dikenakan kepada Irfan tak adil karena majelis hakim mengabaikan beberapa fakta yang muncul dalam persidangan. Padahal, dalam sidang itu, Irfan mengakui menerima uang dari korban yakni Stelly Gandawijaya.

Meski Irfan menyebut uang itu adalah dana talang, kata Ari, faktanya uang yang diterima oleh Irfan tak kunjung dibayar selama 2 tahun. Atas dasar itulah, dia menilai perbuatan yang telah dilakukan oleh Irfan masuk ke dalam tindak penipuan.

"Putusan bebas yang diberikan kepada terdakwanya Irfan Suryanagara dipandang tidak adil, karena hakim dalam persidangan dianggap telah mengabaikan fakta persidangan," kata dia melalui keterangannya pada Rabu (8/2).

Sebagai tindak lanjut, Ari mengatakan pihaknya bakal melaporkan putusan itu ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Diharapkan, lembaga itu dapat melakukan pemeriksaan terkait kinerja majelis hakim yang memutus perkara itu.

"Kami akan terus menuntut keadilan kami ingin tau ada apa dengan kinerja hakim yang ada di sini dan kami akan laporkan juga ke majelis kehormatan hakim, yang mana MA dan KY yang bertugas memeriksa dan memutus adanya dugaan pelanggaran kode etik," ujar dia.

"Putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak bisa dilakukan upaya hukum banding dan peninjauan kembali, namun bisa dilakukan upaya hukum kasasi," lanjut dia.

Ari mengatakan, kasus itu perlu disorot bersama. Kasus itu seakan menjadi bukti bahwa masyarakat sipil acap kali kalah ketika berhadapan dengan pejabat publik di pengadilan.

"Lagi-lagi kasus ini membuktikan bahwa masyarakat akan selalu kalah ketika memiliki permasalahan hukum dengan pejabat publik," tandas dia.

Suasana sidang putusan dengan terdakwa Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, di PN Bale Bandung pada Rabu (8/2/2023). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Suasana sidang putusan dengan terdakwa Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, di PN Bale Bandung pada Rabu (8/2/2023). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan

Sebelumnya majelis hakim di PN Bale Bandung memvonis bebas Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, dan istrinya, Endang Kusumawaty. Mereka dinilai tak terbukti melakukan tindak penipuan bisnis SPBU dan pencucian uang sebagaimana didakwa oleh jaksa penuntut umum.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Irfan Suryanagara dan terdakwa Endang Kusumawaty tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dakwaan ke satu pertama, membebaskan terdakwa dari dakwaan kesatu pertama," kata Majelis Hakim yang diketuai Dwi Sugianto di PN Bale Bandung pada Rabu (8/2).

"Membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," lanjut Dwi.

Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, saat memberi keterangan di PN Bale Bandung terkait kasus penipuan SPBU. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Mantan Ketua DPRD Jabar, Irfan Suryanagara, saat memberi keterangan di PN Bale Bandung terkait kasus penipuan SPBU. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan

Dalam perkara tersebut, hakim menilai keduanya tak dapat dikenakan Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang penipuan sebagaimana dakwaan kesatu pertama. Oleh sebab itu, keduanya juga tak dapat dikenakan dakwaan kumulatif.

Majelis hakim menilai Irfan dan korbannya yakni Stelly Gandawijaya memiliki hubungan bisnis dan Stelly telah memberikan sejumlah uang pada Irfan dalam keadaan sadar.

Atas dasar itu, majelis hakim tak melihat adanya unsur penipuan yang dilakukan oleh Irfan dan Endang. Jika ada permasalahan antara terdakwa dan korban, dia menilai hal itu bukan masuk ke dalam ranah tindak pidana melainkan ranah perdata.

"Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini, memulihkan hak terdakwa, dalam kemampuan kedudukan serta hak dan martabatnya," ucap Dwi.

Sumber: Kumparan