Dewi Muliaty, perempuan kelahiran Jakarta pada 17 Mei 1961 adalah seorang Direktur Utama PT Prodia Widyahusada Tbk. Ia menjabat di posisi tertinggi dalam jajaran direksi perusahaan tersebut di 2009.
Dewi bergabung dengan Prodia pada 1987. Ia memulai kariernya sebagai karyawan magang. Pada 1988, Dewi mulai bekerja di Prodia sebagai Asisten Manajer Teknis di bagian Quality Control (QC).
Karier Dewi terus menanjak dengan menjabat sebagai Manajer Penelitian dan Pengembangan pada 1994 dan Direktur Pengembangan pada 2003.
Meski berkarier, Dewi terus melanjutkan studi S2-nya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Padjadjaran, Bandung dengan jurusan Farmasi bidang Biomedik Kimia Klinik pada 2006 dan studi S3-nya di Universitas Hasanuddin, Makassar bidang Biomedik pada 2010.
Pada saat Dewi ditunjuk menjadi Direktur Utama, Prodia berhasil meraih Top Brand Award dengan peringkat tertinggi untuk pertama kalinya serta mendirikan Prodia National Reference Lab yang merupakan laboratorium klinik pertama di Indonesia yang memperoleh akreditas SNI ISO 15189 pada rentang waktu 2008-2010.
Berkat tangan dingin Dewi, ia berhasil merevolusi Prodia menjadi sebuah laboratorium klinik modern dengan teknologi terkini. Dewi juga menggunakan pendekatan akademisi dalam berbisnis.
Pada 2016, Prodia memutuskan untuk melakukan pencatatan saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia pada 7 Desember 2016.
Saat pandemi terjadi di Indonesia, seluruh aspek perusahaan terdampak oleh COVID-19, salah satunya adalah kinerja perusahaan yang cukup terhambat akibat pembatasan yang berlaku serta kelangkaan alat pelindung diri (APD) yang merupakan perlindungan bagi tenaga kesehatan yang sedang bertugas.
Dewi mengaku bahwa selama kariernya di dunia kesehatan, pandemi COVID-19 memberikan tantangan yang luar biasa berat baginya dan juga perusahaan. Namun, Dewi terus tetap berinovasi untuk beradaptasi dengan keadaan melalui penyesuaian program digitalisasi.
Pada tahun 2020, Prodia resmi menjadi laboratorium swasta pertama di Indonesia yang menggunakan alat otomatis penuh Cobas 6800 untuk RT-PCR COVID-19. Pada 2021, Prodia berfokus untuk mengembangkan sistem teknologinya agar mampu memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat. Hasilnya, Prodia mampu mencetak laba bersih sebesar Rp 621,62 miliar pada 2021, meningkat signifikan hingga 131,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Berbagai pelayanan baru diluncurkan seperti home service yang membantu masyarakat mendapatkan pelayanan yang prima dari rumah. Kehadiran aplikasi Prodia Mobile juga dioptimalkan yang berimbas pada hasil akses layanan digital yang meningkat secara signifikan hingga 913,9 persen.
Kini Prodia telah menjalin kerja sama dengan menandatangani MoU dengan IHH Healthcare Malaysia untuk mendukung medical tourism. Berkat kinerja Dewi mengadaptasi transformasi digital Prodia membawa dirinya masuk ke dalam daftar 50 Over 50: Asia versi Forbes 2022.
Sumber: Kumparan