Pimpinan KPK Nurul Ghufron memberikan pandangan terkait pengelolaan haji 2023. Ia mengatakan, KPK perlu membersamai Kementerian Agama maupun ummat Islam yang telah menyetorkan biaya haji secara sekaligus.
Sebelumnya, Kemenag mengusulkan biaya haji naik dari Rp 39,8 juta menjadi Rp 69,1 juta untuk tahun 2023.
"Bahwa biaya ibadah haji perlu di efisiensikan itu tentu, karena itu KPK telah mendorong adanya efisiensi pembiayaan haji," kata Ghufron kepada wartawan, Senin (30/1).
Ada tiga hal yang didorong KPK. Berikut daftarnya:
-
Efisiensi biaya operasional dalam negeri (peralatan, petugas yang sebutuhnya dan kompeten, dan lain-lain)
-
Efisiensi biaya luar negeri (tiket pesawat, hotel dan konsumsi di Saudi)
-
Optimalisasi pengelolaan dana haji oleh BPKH (perlu ditetapkan nilai manfaat yang perlu dibebankan kepada BPKH sehingga lebih terencana dengan target yang jelas dalam mengelola dana haji)
"Itu semua menjadi kajian KPK sejak 2019 (kajian optimalisasi pengelolaan dana haji oleh BPKH ) dan tahun 2020 efisiensi biaya operasional haji secara umum baik di tanah air hingga ke Arab Saudi," ucap Ghufron.
Ghufron menuturkan, dari 9 rekomendasi KPK semua telah ditindak lanjuti dan hanya 1 yang masih belum yaitu harmonisasi UU Pengelolaan Dana Haji dan UU Penyelenggaraan Haji. Hal tersebut diperlukan kesepakatan pemerintah dengan DPR.
Ghufron mengatakan, soal biaya haji yang ramai dibicarakan dan mengejutkan karena angkanya seperti naik sangat tinggi, perlu dijelaskan dari uraian komponen biaya haji.
-
BPIH: biaya penyelenggaraan ibadah haji, yang merupakan biaya keseluruhan penyelenggaraan ibadah haji.
-
BIPIH: biaya penyelenggaraan haji yang dibebankan kepada jemaah.
-
Nilai manfaat: besaran nilai manfaat karena pengelolaan /pengusahaan biaya haji yang tertunda waktunya sejak penyetoran ketika dinyatakan mendapat porsi sampai keberangkatan.
"Contoh saja pada tahun 2022, terbit Keputusan Presiden (Keppres) yang menyatakan besaran beban biaya haji bagi jemaah dari embarkasi Aceh hingga Makassar rata-rata Rp 39,8 juta per orang. Ini yang disebut (BIPIH)," kata dia.
Sementara diketahui pada saat itu, total biaya total penyelenggaraan haji untuk setiap jemaah adalah Rp 81,7 juta.
"Sehingga selisihnya yaitu Rp 41,9 juta di tanggung dari nilai manfaat. Ini artinya 48% ditanggung oleh jemaah dan 52% dari nilai manfaat hasil dari pengusahaan BPKH," kata Ghufron.
Tidak berhenti di situ, 2 minggu sebelum keberangkatan, ternyata dari pihak Arab Saudi kembali menaikkan biayanya sehingga BPIH kembali meningkat menjadi Rp 98,3 juta per orang.
Pemerintah kemudian menerbitkan Keppres Nomor 8 Tahun 2022 yang menyatakan kucuran besaran nilai manfaat dari BPKH bertambah dari yang semula Rp 41,9 juta menjadi sekitar Rp 47 juta.
Alhasil, nilai manfaat yag harus dikucurkan untuk memenuhi BPIH, BPKH harus menambah kembali menjadi sekitar 59-60 persen dari total biaya haji.
"Sebelum biaya operasional haji di Arab naik, lembaga itu hanya harus mengeluarkan Rp 4,2 triliun menjadi Rp 5,4 triliun," ucap Ghufron.
Ghufron menjelaskan, kondisi ini jika diteruskan tinggal menunggu waktu saatnya dana BPKH akan habis nilai manfaatnya karena telah terforsir untuk menutupi biaya jemaah haji yang telah berangkat.
"Siapa yang rugi? Tentu bukan yang telah berangkat tetapi jemaah yang belum berangkat karena ia telah menanggung biaya jemaah yang telah berangkat karena nilai manfaat pengelolaan haji diambil secara over oleh yang sebelumnya," kata Ghufron.
Ghufron memaparkan, hal ini yang perlu diketahui sehingga tidak menilai biaya haji dinaikkan kemudian membebani jemaah secara sewenang-wenang.
"Karena sebaliknya jika tidak dinaikkan maka yang dirugikan adalah jemaah yang belum berangkat untuk (menanggung nilai manfaat yamg over) yang dipakai oleh yang sebelumnya, sehingga yang rugi bukan siapa-siapa namun jemaah yang belum berangkat yang akan dirugikan," kata Ghufron.
Ghufron mengatakan, jika ada pihak membela dan memperjuangkan agar biaya BIPIH yang ditanggung jemaah tetap rendah, hal tersebut tersembunyi beban jemaah lainnya yang belum berangkat yang harus menanggung nilai manfaat yang harus disuntikkan terlebih dahulu untuk mereka yang berangkat.
"Yang secara tidak langsung pada saatnya akan semakin menipiskan dana haji yang dikelola BPKH dan ketika jemaah yang sebelumnya akan berangkat nilai manfaatnya bisa-bisa sudah habis! Siapa yang akan menanggung habisnya nilai manfaat tersebut?" ucap Ghufron.
"Dan hal ini akan terjadi jika kita berpikir secara adil kepada segenap jemaah yang belum berangkat yang nilai manfaat dana haji dipakai lebih dahulu," kata Ghufron.
Sumber: Kumparan