Presiden Jokowi meminta fasilitas terminal bus ditingkatkan kualitasnya. Dia tidak mau terminal bus ditempati preman. Pernyataan Jokowi ini menjadi artikel yang paling banyak dibaca sepanjang Kamis, (9/2).
Selain itu, ada artikel tentang penjelasan soal bunga bersih bank yang disinggung Jokowi tertinggi di dunia. Berikut rangkuman berita populer di kumparanBisnis.
Jokowi Tak Mau Terminal Banyak Preman
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta fasilitas terminal bus harus ditingkatkan kualitasnya. Ia mengatakan kalau fasilitas di terminal baik, maka masyarakat bakal mau memilih menggunakan transportasi umum tersebut. Sehingga kemacetan juga bisa diatasi.
"Sehingga fasilitas yang namanya terminal bus yang baik, yang bersih, yang nyaman yang para penumpang, itu tidak seperti terminal-terminal yang lalu-lalu (yang) kotor, yang banyak premannya siapa yang mau naik bus?" kata Jokowi saat meresmikan Terminal Amplas dan Terminal Tanjung Pinggir di Sumut, Kamis (9/2).
Jokowi mengungkapkan kemacetan saat ini tidak hanya terjadi di Jakarta saja, tetapi ada di kota-kota besar lainnya seperti Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar. Sehingga, ia menegaskan perbaikan terminal harus dilakukan.
Untuk itu, Jokowi mengapresiasi adanya Terminal Amplas dan Terminal Tanjung Pinggir di Sumut yang biayanya mencapai Rp 43 miliar. Ia berharap terminal tersebut membuat budaya masyarakat menggunakan bus meningkat.
Penjelasan Bunga Bersih Bank
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut margin bunga bersih bank atau Net Interest Margin (NIM) Indonesia 4,4 persen atau menjadi yang tertinggi di dunia. Tingginya NIM perbankan dianggap membuat investor tertarik masuk.
Secara sederhana, bunga bersih bank adalah selisih antara bunga yang didapat bank dari peminjam atau debitur dengan bunga yang dibayarkan bank ke penyimpan atau nasabah mulai dari tabungan, deposito, hingga giro. Sehingga semakin besar NIM, maka semakin besar pula keuntungan bank.
Berdasarkan keterangan di laman OJK, formulanya yaitu pendapatan bunga bersih adalah pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga atau rata-rata aset produktif yang menghasilkan bunga.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, mengatakan rata-rata NIM di seluruh dunia berada di bawah 4 persen. Menurutnya, OJK dapat mengatur dan membuat angka maksimal NIM, hanya saja akan berat bagi perbankan.
“Begitu besaran NIM diatur, maka secara tidak langsung ini mengatur cost of fund dan biaya bunga pinjaman, karena bank pasti punya hitungan sendiri untuk menetapkan besaran NIM,” kata Amin kepada kumparan, Kamis (9/2).
Sumber: Kumparan