Teraspojok.com, INDRAMAYU–Aktivitas rafting Sungai Cimanuk yang dilakukan oleh tujuh mahasiswa Politeknik Negeri Indramayu (Polindra), berujung duka. Dua mahasiswa meninggal setelah sebelumnya sempat hilang dan tenggelam di sungai tersebut.
Tim SAR Gabungan pun langsung dikerahkan untuk melakukan upaya pencarian terhadap korban, pada Sabtu (8/11/2025). Kerja keras tim akhirnya berhasil menemukan kedua korban.
Korban pertama yang ditemukan atas nama Agung Septiadi (20), pada Ahad (9/11/2025) pukul 21.50 WIB. Ia ditemukan sejauh satu kilometer dari lokasi kejadian awal dan langsung dievakuasi ke RSUD Indramayu.
Sedangkan korban kedua atas nama Muhammad Lana Wiratno (21), pada Senin (10/11/2025) sekitar pukul 01.05 WIB. Korban ditemukan sekitar lima kilometer dari lokasi kejadian awal dan langsung dievakuasi ke RSUD Indramayu. “Dengan telah ditemukannya kedua korban, maka operasi SAR dinyatakan selesai dan ditutup. Seluruh unsur SAR kembali ke satuannya masing-masing,” ujar Komandan Tim rescue Pos SAR Cirebon, Edy Sukamto, Senin (10/11/2025).
Sebelumnya, kedua korban bersama lima rekannya melakukan aktivitas susur sungai dan berangkat dari sungai di Desa Legok, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, pada Sabtu (8/11/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.
Saat melewati Bendung Karet Bangkir sekitar pukul 12.30 WIB, perahu karet yang mereka tumpangi terperangkap pusaran arus deras. Dari tujuh mahasiswa itu, lima selamat dan dua lainnya tenggelam hingga akhirnya ditemukan meninggal dunia.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Polindra, Ade Syarif, menjelaskan, kegiatan rafting yang dilakukan para mahasiswa itu diluar sepengetahuan pihak kampus. “Kami sudah menelusuri, ternyata kegiatan ini diluar izin Polindra,” kata Ade, saat ditemui pada Ahad (9/11/2025).
Ade mengungkapkan, setiap kegiatan UKM maupun Ormawa semestinya harus melalui izin pembina dan manajemen kampus. Namun dalam kegiatan susur sungai Cimanuk kali ini, tidak ada izin resmi dari pihak kampus.
Ade mengakui, perahu karet itu merupakan perlengkapan kampus yang diperuntukkan untuk kegiatan tanggap darurat banjir. Ia pun tidak mengetahui kenapa perahu karet tersebut bisa digunakan oleh mahasiswa dalam kegiatan susur sungai tersebut. “Nah itu, kita pun kurang paham. Karena dari awal kegiatannya tidak melalui izin, proses membawa keluar perahu karet dari kampus pun kami tidak tahu,” katanya.
Ade menambahkan, dari tujuh orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut, satu di antaranya ternyata sudah tidak berstatus sebagai mahasiswa Polindra. “Dari data yang kami terima, satu orang di antara mereka sudah DO (drop out) dari kampus,” katanya.
Atas kejadian tersebut, Ade mengatakan, pihak kampus menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga korban. Ia pun mengapresiasi seluruh Tim SAR Gabungan yang terlibat dalam upaya pencarian terhadap korban. “Kami dari Polindra, atas nama direktur dan jajaran mengucapkan berduka atas kejadian diluar perkiraaan kami,” katanya







