RI Bakal Surplus Tembaga di 2025, Ini Siasat Amman Mineral Serap Pasokan

RI Bakal Surplus Tembaga di 2025, Ini Siasat Amman Mineral Serap Pasokan
Direktur Utama Amman Mineral Nusa Tenggara, Rahmat Makkasau, dalam Acara Halalbihalal di Jakarta. Foto: Ema Fitriyani/kumparan

Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN), Rachmat Makkasau, menyebutkan pihaknya berkomitmen mengembangkan industri hilirisasi di dalam negeri di tengah kelebihan pasokan atau surplus tembaga mulai tahun 2025.

Rachmat berkata, Amman Mineral saat ini masih dalam tahap konstruksi fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter tembaga di Wilayah Pertambangan Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Dia memastikan, smelter Amman Mineral maupun smelter tembaga PT Freeport di Gresik bisa mulai berproduksi di tahun 2024, sehingga proyeksi kelebihan pasokan tembaga bisa teratasi.

"Amman Mineral dengan PT Freeport diperkirakan kedua smelter itu bisa beroperasi di akhir tahun 2024 jadi mudah-mudahan excess kapasitas itu bisa menjadi peluang besar buat negara kita untuk lebih mengembangkan industri downstream," ungkapnya kepada wartawan di the Dharmawangsa Jakarta, Selasa (13/12).

Meskipun demikian, Rachmat enggan berkomentar lebih lanjut mengenai rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyetop ekspor bahan mentah mineral, termasuk tembaga, dalam waktu dekat.

Sejauh ini, dia memastikan tidak ada masalah dalam penyerapan produksi tembaga. Adapun untuk produksi yang tidak terserap oleh industri dalam negeri tentunya masih harus diekspor.

"Itu sih mudah harusnya, tidak ada masalah. (Kelebihannya) kan ekspor semua kemungkinan ya, yang pasti kalau yang tidak diserap dalam negeri kan diekspor," tandas Rachmat.

Sementara dalam pemaparannya di E2S Outlook Sektor ESDM 2023, Rachmat mengungkap ada potensi produksi katoda tembaga di Indonesia akan lebih besar dari kebutuhan di dalam negeri, alias surplus tembaga mulai tahun 2025.

Rachmat menuturkan, kondisi yang terjadi di tanah air akan sangat berbeda dari negara-negara lain di dunia yang akan mengalami shortage atau pasokan (supply) tembaga yang lebih sedikit daripada kebutuhan (demand).

"Kebalikan sebenarnya terjadi di Indonesia, untuk copper kita kelebihan, ini jadi peluang bagi kita. Kita akan produksi sekitar 1,2 juta ton katoda tembaga di 2025 ke atas, sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya 25-30 persen," jelasnya.

Dia menambahkan, kondisi pasokan dan kebutuhan tembaga di dunia akan seret, lantaran komitmen transisi energi yang digalakkan seluruh negara akan meningkatkan permintaan tembaga dan nikel, salah satunya untuk komponen kendaraan listrik (electric vehicle/EV).

Lebih lanjut, Rachmat mengatakan peningkatan kebutuhan komoditas tembaga yaitu 3-4 persen per tahun. Peningkatan ini tidak disertai perkembangan produksi, sehingga cadangan tembaga dunia sekitar tahun 2028-2030 diproyeksi lebih sedikit dari kebutuhan dunia.

Salah satu hambatan dari peningkatan produksi tembaga, kata Rachmat, yakni belanja modal atau capital expenditure (capex) pertambangan tembaga yang sangat besar.

Sumber: Kumparan