Diskominfotik Rohil – Tak disangka, cara mendeteksi keberadaan kamera pengintai dan alat penyadap di ruangan ternyata dapat dilakukan dengan teknologi sederhana. Fakta itu terungkap dalam kegiatan Sosialisasi Pengamanan Informasi dan Kontra Penginderaan (Counter Surveillance) yang digelar Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfotiks) Kabupaten Rokan Hilir, Kamis (9/10/2025) di Bagansiapiapi. Kegiatan yang diikuti 31 perwakilan Organisasi Perangkat Daerah ini menghadirkan narasumber dari Diskominfotiks Provinsi Riau, yang memperagakan langsung penggunaan alat pendeteksi kamera tersembunyi, penyadapan, dan gelombang frekuensi radio guna memperkuat keamanan informasi pemerintahan daerah.
Kegiatan Sosialisasi Pengamanan Informasi dan Kontra Penginderaan (Counter Surveillance) sebagai bagian dari upaya strategis pemerintah daerah dalam memperkuat tata kelola keamanan informasi di era transformasi digital. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan, Asuar, S.E., yang hadir mewakili Bupati Rokan Hilir, H. Bistamam
Pelaksana harian Kepala Bidang Persandian, Saidatul Aklima, dalam laporannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan implementasi dari sejumlah regulasi nasional, di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Peraturan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Persandian untuk Pengamanan Informasi di Pemerintah Daerah.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan teknis aparatur pemerintah daerah dalam mengelola keamanan informasi, guna menciptakan sistem pemerintahan yang aman, akuntabel, dan terpercaya. Melalui kegiatan ini, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir berkomitmen untuk mendukung penyelenggaraan layanan informasi publik secara daring (online) yang aman, efisien, serta selaras dengan prinsip good governance dan tata kelola data yang terintegrasi.
Sementara itu, Staf Ahli Bupati Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Asuar, SE mengatakan, bahwa di era digitalisasi saat ini, informasi telah menjadi aset strategis yang memiliki nilai tinggi. Oleh karena itu, ancaman terhadap kebocoran data dan penyadapan komunikasi publik perlu diantisipasi secara serius melalui langkah-langkah teknis dan kebijakan yang terukur.
“Bahaya penyadapan dan kebocoran informasi publik tidak hanya menimbulkan gangguan terhadap operasional instansi pemerintah, tetapi juga berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah. Karena itu, kemampuan dalam melakukan kontra-penginderaan (counter surveillance) menjadi kompetensi yang layak dipelajari dan diterapkan,” ungkapnya.
Asuar juga mengapresiasi inisiatif Diskominfotiks dan panitia penyelenggara dalam menghadirkan kegiatan yang memiliki dampak strategis terhadap ketahanan siber daerah, sekaligus mendorong para peserta untuk menjadi agen perlindungan informasi di lingkungan kerja masing-masing.
Sebagai bagian dari kegiatan sosialisasi, narasumber Yogi Ferdian, A.Md. memperagakan secara langsung penggunaan berbagai perangkat deteksi keamanan digital yang berfungsi untuk mengidentifikasi potensi ancaman penyadapan, pengawasan ilegal, serta kebocoran informasi.
Baca Juga : Data Polri Diretas Bjorka
Dalam sesi tersebut, Yogi mendemonstrasikan penggunaan alat pendeteksi kamera pengintai tersembunyi, bug detector untuk mendeteksi penyadapan, serta pemindai gelombang frekuensi radio (RF frequency scanner) yang dapat mengidentifikasi transmisi mencurigakan di area tertentu. Ketiga perangkat ini berperan penting dalam memastikan keamanan komunikasi pejabat publik dan perlindungan data strategis pemerintah.
Yogi menjelaskan bahwa perangkat deteksi kamera bekerja dengan memanfaatkan pantulan sinar inframerah dari lensa tersembunyi, sementara bug detector mendeteksi sinyal elektromagnetik dari perangkat penyadap aktif maupun pasif. Adapun RF scanner berfungsi memetakan sumber transmisi tidak dikenal yang berpotensi digunakan untuk infiltrasi data.
Lebih lanjut, Yogi menegaskan bahwa pemahaman terhadap mekanisme kerja alat-alat tersebut merupakan bagian dari upaya membangun budaya keamanan siber nasional. Ancaman dunia maya tidak hanya bersifat digital (cyber threats), tetapi juga fisik melalui perangkat elektronik yang mampu mencuri informasi secara tersembunyi.
“Kesiapsiagaan aparatur pemerintah terhadap ancaman penyadapan dan kebocoran informasi harus menjadi bagian integral dari tata kelola keamanan komunikasi di lingkungan pemerintahan. Pencegahan dan deteksi dini adalah kunci utama dalam menjaga kedaulatan data negara,” ujarnya.
Sementara itu, narasumber Asroy Cristian Sitorus menyampaikan materi tentang Lanskap Ancaman Siber Terkini, yang menggambarkan dinamika dan eskalasi ancaman terhadap keamanan digital nasional.
Ia menjelaskan bahwa dalam dua tahun terakhir, serangan ransomware dan malware meningkat hingga 150 persen, menunjukkan bahwa pelaku kejahatan siber semakin terorganisir dan memanfaatkan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan rekayasa sosial (social engineering).
Asroy memaparkan berbagai bentuk ancaman yang tengah berkembang, seperti phishing dan social engineering, insider threats, Distributed Denial of Service (DDoS), serta serangan berbasis rantai pasok (supply chain attacks). Selain itu, kerentanan zero-day exploits dan risiko keamanan cloud menjadi perhatian penting yang menuntut kewaspadaan seluruh instansi.
Baca Juga : Ciri – Ciri Penipuan Online Love Scamming, Wajib Waspada
Pada level yang lebih kompleks, muncul pula AI-powered attacks, yaitu serangan yang memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mempercepat pemindaian celah keamanan dan melakukan manipulasi digital berbasis deepfake.
Menurut Asroy, pemerintah perlu mengembangkan strategi keamanan siber yang holistik dan berlapis, meliputi penguatan infrastruktur digital, peningkatan literasi keamanan informasi, serta kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
“Keamanan siber bukan lagi sekadar isu teknis, melainkan isu strategis yang menyangkut kedaulatan negara di ruang digital. Pendekatan kolaboratif, adaptif, dan berkelanjutan menjadi fondasi penting dalam mewujudkan ruang siber nasional yang tangguh dan terpercaya,” tegasnya.
Penulis : Amrial
Sumber: Diskominfotik Rohil