Target 17 Smelter Terbangun Tahun Ini Dinilai Sulit Terealisasi

Foto udara pembangunan smelter baru PT Freeport Indonesia (PTFI) pada akhir Juli 2022. Foto: Dok. PTFI
Foto udara pembangunan smelter baru PT Freeport Indonesia (PTFI) pada akhir Juli 2022. Foto: Dok. PTFI

Seiring dengan ambisi Presiden Jokowi melarang ekspor bijih bauksit dan tembaga, Kementerian ESDM menargetkan 17 pabrik pengolahan mineral atau smelter bisa terbangun tahun ini.

Smelter tersebut dibangun agar mineral mentah yang tidak bisa diekspor bisa terserap secara penuh di industri dalam negeri. Pengolahan mineral atau hilirisasi akan menciptakan nilai tambah bagi produk turunannya.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, menilai target pembangunan 17 smelter di tahun ini adalah smelter yang terintegrasi di bawah pengawasan Kementerian ESDM.

"Menurut kami yang masih agak sulit progresnya itu di komoditas tembaga dan bauksit. Kemungkinan akan sulit diselesaikan tahun tahun ini, mengingat besarnya proyek dan investasi," jelasnya kepada kumparan, Minggu (5/2).

Rizal menjelaskan, kendala yang kerap kali menghadang pembangunan smelter yakni nilai proyek yang sangat besar. Tantangan tersebut, kata dia, harus dapat diselesaikan di level pelaksanaan agar pembangunan smelter segera masuk tahap testing dan commissioning.

"Setelah semua bagian-bagian dari smelter dapat berjalan baik akan dilanjutkan ke tahap ramp-up production untuk mencapai tingkat produksi maksimum," lanjut dia.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto, juga menilai masalah pendanaan masih menjadi tantangan tersulit dalam pembangunan smelter.

"Dalam setiap pembangunan smelter, tantangan utamanya selalu dua hal, yakni sumber dana dan pasokan daya listrik. Dua hal tersebutlah yang harus diatasi terlebih dulu," tutur dia.

Carmelita melanjutkan, pemerintah mencatat mayoritas dari 17 smelter adalah komoditas nikel, pihaknya harus optimistis target tersebut bisa tercapai karena Indonesia sudah memiliki banyak pengalaman.

Di sisi lain, smelter untuk komoditas lain masih sulit berprogres. Menurut dia, komoditas yang masih sangat jauh progres hilirisasinya adalah batu bara. Selain masalah pendanaan, tantangan teknologi dan harga komoditas yang tinggi juga menambah beban pembangunan.

"Tapi kalau diminta untuk menilai apakah itu realistis atau tidak, kayaknya masih terlalu dini untuk mengevaluasi. Ini baru bulan Februari. Kita ikuti saja perkembangannya," pungkas Carmelita.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba), Ridwan Djamaluddin, mengatakan pembangunan smelter selalu meningkat dari tahun ke tahun. Namun, realisasi di tahun 2022 hanya terbangun 5 smelter dari target 7 smelter.

"Kita merencanakan di tahun 2023 ada 17 smelter baru, sebagian besar smelter nikel namun kita terus memantau pembangunan smelter-smelter pengolah komoditas yang lain," jelasnya saat konferensi pers, Selasa (31/1).

Smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Foto: PT Antam
Smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Foto: PT Antam

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan jumlah smelter bauksit yang memproduksi alumina di Indonesia hanya 4 smelter dengan kapasitas input bijih bauksit 13,88 juta ton per tahun dan total produksi alumina 4,3 juta ton per tahun.

"Kita masih mengimpor aluminium, jadi penyelesaian pembangunan smelter aluminium itu bisa selesai dan serap kapasitas input yang sudah kita miliki 100 persen dan kita tidak melakukan impor alumina, bahkan bisa ekspor," katanya.

Dalam data paparannya, masih ada 8 smelter bauksit dalam proses pembangunan, 7 smelter dengan progres 30-99 persen dan 1 smelter masih di bawah 30 persen. Total smelter tersebut bisa menyerap bijih bauksit 27,41 juta ton dan kapasitas produksi alumina sebesar 9,98 juta ton.

Sumber: Kumparan