Yasonna: Pembahasan RKUHP Dimulai Sejak Era Soeharto dan SBY

Yasonna: Pembahasan RKUHP Dimulai Sejak Era Soeharto dan SBY
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly memberikan pandangan presiden dalam agenda pengesahan pangambilan keputusan atas RUU KUHP di gedung DPR, Jakarta, Selasa (6/12/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Menkumham Yasonna H Laoly mengakui perjalanan untuk mengundangkan RKUHP yang baru saja disahkan menjadi undang-undang oleh DPR tak berjalan mudah.

Tak hanya setahun dua tahun, rencana untuk mengubah aturan hukum pidana itu menurutnya sudah tercetus sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto pada Tahun 1963 lalu dan berlanjut hingga ke pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.

”Tadi pak Ketua bilang sudah sejak 1963, Saya Kira kalau dengan bahasa inggris dikatakan it's long of the journey. Ini seharusnya sudah dari dulu Kita bicarakan tetapi tentunya tidak mudah, di mulai dari zaman pak Harto, para ahli juga sudah berkumpul, drafting dimulai kemudian pernah dimasukkan pada zaman pak SBY,” ujar Yasonna kepada wartawan di Gedung DPR, Selasa (6/12).

Pada pemerintahan Jokowi pembahasan perubahan aturan itu mulai intens dibahas. Penyusunan dilakukan mulai dari penyesuaian beberapa pasal hingga diterapkan beberapa aturan baru di dalamnya.

Dalam proses penyusunan aturan itu, Yasonna memastikan pemerintah juga turut melibatkan peran ahli hingga masukan dari masyarakat.

”Kita bahas, kemudian karena tidak cukup waktu, dilanjutkan lagi pada Masa pertama pemerintahan pak Jokowi. Kita bahas sudah sampai ketok pada tingkat pertama. Ada protes tentang 14 poin, Kita tidak teruskan pembahasannya di tingkat 2. Kemudian we carry over, pada periode yang sekarang, kemudian Kita bahas kembali," ucap Yasonna.

"Presiden memerintahkan kami sesudah Kita melanjutkan pembahasan, Tim bekerja ke seluruh Indonesia, Kita bawa kembali kepada ratas dan Presiden memerintahkan kembali kami untuk Sosialisasi ke seluruh penjuru tanah air, ke seluruh penjuru stakeholders yang ada,” sambungnya.

Menimpali Yasonna, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul mengakui bahwa produk hukum tersebut pasti jauh dari kata sempurna. Karena itu ia menyarankan, apabila merasa tidak puas dengan isi KUHP terbaru untuk dapat melakukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

”Kami tidak pernah mengatakan ini pekerjaan sempurna, karena ini adalah produk dari manusia. Tidak akan pernah sempurna. Nah kalau ada memang merasa sangat mengganggu, kami persilakan kawan-kawan menempuh jalur hukum dan tidak perlu berdemo. Kita berkeinginan baik, dikau juga berkeinginan baik,” kata Pacul.

”Oleh karena itu, yang masih tak sepakat dengan pasal yang ada, silakan mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi melalui judicial review,” pungkasnya.

Sumber: Kumparan